KISAH SALURAN PIPA
Pada jaman dahulu kala, ada dua saudara sepupu yang sangat ambisius. Yang pertama bernama Pablo, yang kedua Bruno. Kedua orang itu merupakan anak –anak yang berkualitas. Mereka juga memiliki cita-cita yang tinggi.
Mereka sering berkhayal bagaimana apabila suatu hari nanti mereka menjadi orang terkaya di desanya. Keduanya adalah orang yang cemerlang dan tekun bekerja. Yang mereka perlukan adalah kesempatan.
Hingga pada suatu hari, datanglah kesempatan tersebut. Kepala desa mempekerjakan mereka untuk membawa air dari sungai ke penampungan air di desa.
Masing-masing membawa dua ember air, dibawanya ember-ember air tersebut bolak-balik dari sungai dan pernampungan air. Akhirnya, menjelang sore selesai sudah perkerjaan mereka hari itu. Dan mereka pun mendapat upah sesuai jumlah ember-ember air yang mereka tuang ke penampungan.
“Wah, tercapai juga cita-cita kita!”, seru Bruno. “Saya tidak percaya akan mendapat rejeki sebanyak ini”.
Tetapi, Pablo tidak ingin yakin begitu saja. Punggungnya nyeri dan tangannya lecet-lecet, akibat dari membawa dua buah ember yang berat-berat. Keesokan paginya, Pablo merasa takut saat harus berangkat bekerja. Karena itu, ia berpikir keras mencari akal bagaimana caranya membawa air dari sungai ke desanya.
“Bruno, saya ada ide,” kata Pablo keesokan harinya saat mereka mengambil ember-ember dan berangkat ke sungai.
“Daripada kita mondar-mandir membawa ember-ember ini hanya untuk mendapatkan beberapa penny perhari, kenapa tidak kita bangun saja sebuah saluran pipa dari sungai ke desa kita.”
Bruno menghentikan langkahnya seketika. “Saluran pipa! Ide dari mana itu!” seru Bruno.
“Kita sudah memiliki pekerjaan yang sangat bagus, Pablo. Saya bisa membawa seratus ember sehari. Dengan upah satu penny per ember, berarti penghasilan kita satu dollar per hari! Saya akan menjadi orang yang kaya! Dan pada akhir minggu, saya bisa membeli sepatu baru. Pada Akhir bulan saya sudah bisa membeli seekor sapi. Dan pada akhir bulan ke enam, saya bisa membangun sebuah gubuk baru. Tidak ada pekerjaan semenguntungkan ini di desa ini. Pada akhir minggu kita dapat libur, dan stiap tahun kita juga dapat cuti sebanyak dua minggu dengan gaji utuh. Kita akan memiliki kehidupan yang layak! Jadi buang jauh-jauh saluran pipa kau itu!”.
Tapi Pablo tidak patah semangat, akhirnya dia memutuskan bekerja paruh waktu. Ia tetap bekerja mengangkut ember-ember air. Separuh waktunya serta di akhir minggu ia pergunakan untuk membangun saluran pipa-pipa.
Ia menyadari bahwa pilihannya itu akan mengakibatkan penghasilannya akan menurun drastis, karena gaji yang ia terima berdasarkan jumlah ember-ember air yang ia bawa.
Dia paham benar bahwa butuh waktu setahun hingga dua tahun, sebelum saluran pipa-pipanya menghasilkan sesuatu yang berarti. Tetapi Pablo yakin akan impian dan cita-citanya. Karena itu, ia terus giat bekerja.
“Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit”, gumamnya saat mencangkul pada tanah yang mengandung batu.
“Bersakit sakit dahulu, bersenang-senang kemudian,” kata-kata itu yang ia camkan ke dirinya saat pulang ke gubugnya yang sederhana.
Dia sudah bisa memperkirakan keberhasilan yang dicapainya. Caranya, ia menetapkan target setiap harinya.
Saat berstirahat, ia menyaksikan temannya Bruno yang terus menerus mengakut ember-ember air. Bahu Bruno terliat semakin membungkuk, dan langkahnya semakin lamban akibat bekerja keras setiap hari. Bruno merasa sedih dan kecewa karena dia menyadari bahwa ia “ditakdirkan” untuk terus mengangkut ember-ember air setiap harinya.
Akhirnya, saat bahagia Pablo pun tiba. Saluran pipanya telah selesai, orang-orang desa berkumpul saat air mulai mengalir dari saluran pipanya menuju penampungan air di desa. Sekarang desanya sudah mendapatkan pasokan air bersih secara tetap. Bahkan orang disekeliling desa sengaja pindah kesana. Desa itupun akhirnya terus tumbuh dan makmur.
Pablo pun tidak perlu lagi membawa ember-ember air. Airnya akan terus mengalir, biarpun dia bekerja atau tidak. Semakin manyak air yang mengalir ke desa, semakin banyak pula uang yang mengalir ke kantong Pablo.
Tapi Pablo menyadari bahwa apa yang dia capai bukanlah sebuah keajaiban. Hal ini hanyalah sebuah langkah awal dari pencapaian suatu cita-cita yang besar. Memang benar, Nyatanya Pablo memiliki cita-cita yang lebih besar dari apa yang sudah laksanakan di desanya.
“Membangun saluran pipa di seluruh dunia”.
Dan Pablo akhirnya mengajak sahabatnya Bruno untuk membantunya mewujudkan impian dan cita-cita besarnya.
Dan mereka berdua menemukan pemuda-pemuda pengangkut ember di berbagai daerah. Diceritakanlah kisah mereka kepada para pemuda-pemuda tersebut, dan mereka menawarkan bantuan untuk membuat saluran-saluran pipa. Tetapi, hanya sedikit yang mau mendengarkan nasehat mereka.
Sedihnya, kebanyakan para pengangkut ember itu langsung menolak tawaran mereka. Pablo dan Bruno juga sering mendengar alasan-alasan yang sering mereka ungkapkan.
“Saya tidak ada waktu.”
“Teman saya bilang bahwa dia kenal dengan orang yang berusaha membangun saluran-saluran pipa itu tapi akhirnya gagal.”
“Cuma mereka yang lebih dulu terjun diusaha saluran pipa ini yang akhirnya bisa sukses.”
“Seumur hidup saya pekerjaan saya adalah mengangkat ember. Saya ingin tetap mempertahankan profesi itu.”
"Saya tahu ada orang-orang yang akhirnya merugi gara-gara usaha saluran pipa. Saya tidak mau hal itu terjadi pada diri saya.”
Pablo dan Bruno sadar bahwa mereka hidup di dunia yang masih didominasi dengan mental pembawa ember tersebut. Hanya sedikit yang berambisi untuk mencapai kesuksesan melalui usaha saluran pipa.
Dari petikan cerita di atas saya buat catatan kecil untuk manzerian.
1. Kita harus bisa mengembangkan diri semaksimal mungkin pada setiap kesempatan yang ada.
2. Kita harus selalu berpikiran terbuka, karena itu akan membawa kita kepada perubahan.
3. Yakin pada diri sendiri atas impian dan cita-cita diri.
4. Target yang spesifik dan terukur mutlak diperlukan untuk mengetahui pencapaian diri.
5. Pelajaran lain mungkin bisa didapat oleh manzerian dari cerita tersebut diatas.
Dan saya berterima kasih apabila manzerian berkenan berbagi ilmu dan sudut pandang dari cerita tersebut diatas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar